Rabu, 21 Agustus 2013

PAPUA SURGA KECIL

Wisatawan lokal menikmati suasana Danau Sentani di Ifar Gunung, Jayapura, Papua, Selasa (16/4). Danau Sentani berada di lereng pegunungan cagar alam Cycloops, memiliki luas sekitar 9.360 hektare dan dikelilingi pemukiman warga masyarakat asli Papua yang kebanyakan masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Foto: Investor Daily/ ANTARA/M Agung Rajasa/ss/Spt/13


Secara geografis, Papua adalah sebuah pulau seluas 897 ribu kilometer persegi. Meski diberkahi tanah yang kaya akan sumber daya alam, hutan yang luas, emas, tembaga, dan bahan-bahan mineral lainnya, kehidupan masyarakatnya tak juga beranjak secara ekonomi.

Secara politik, Papua terbagi dua. Sebelah barat, ada provinsi Papua (Iran Jaya) seluas 422 ribu km2 (47%) milik Indonesia (NKRI) dan sebelah timur ada negara Papua Nugini (PNG) seluas 475 ribu km2 (53%), dan jadi anggota negara Persemakmuran (Commonwealth) dengan ratunya Elizabeth II. Fred Pearce dalam bukunya The Land Grabbers (2012) di antaranya mengupas tentang penguasaan dan pengelolaan sumber daya mineral di Papua Nugini (PNG) yang melibatkan korporasi besar di antaranya dari Malaysia dan Korea. Fred tidak mengupas tentang Papua yang berada di bawah Negara Kesatuan Republik Indonensia (NKRI).



Tulisan Freddy Numberi, putra Papua yang mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Perhubungan (Investor Daily, 1/5/13) mempertegas tentang kondisi Papua saat ini. Setengah abad setelah bergabung ke NKRI dan hampir 40 tahun sejak masuknya PT Freeport Indonesia (90% milik Freeport Mc Moran), Papua ternyata masih tetap bergolak, dengan segala dampak ekonomi, sosial dan lingkungannya.

Meski gunung Grasberg dan Erstberg telah digali sedalam 1.000 meter dan berdiameter 4.000 meter, yang membentuk kawah raksasa, justru ketimpangan sosial ekonomi masih bertahan. Ironisnya, menurut mantan menteri dua priode tersebut, kontrak karya dengan Freeport Indonesia sudah diperpanjang sampai tahun 2041. Runtuhnya terowongan di fasilitas pelatihan tambang bawah tanah Big Gossan yang menewaskan 4 dari 39 pekerja yang terjebak di dalamnya (14/5), adalah satu sisi risiko industri pertambangan yang menjadi tanggungjawab perusahaan.

Ini kisah miris universal dan global yang masih terjadi di berbagai negara kaya sumber mineral dan migas. Ironisnya, justru menjadi tambang emas bagi investor asing (MNC) yang rerata meninggalkan kisah pedih dan kemiskinan bagi lingkungan dan warga setempat. Kondisi seperti ini menyebar dari Afrika, Amerika Latin, Asia sampai Papua.

Minta Komitmen Freeport
Lepas dari kisr uh dan ingarbingar politik akibat pembukaan kantor per wakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Oxford Inggris, kolom berikut hanya mengkaji eksistensi Papua sebagai pusat ekonomi dan industri yang seharusnya menjadi mesin pertumbuhan bagi kemajuan Papua sendiri. Dengan diperpanjangnya kontrak Freeport sampai 2041 maka kontribusi Freeport Indonesia bagi masa depan Papua seharusnya sudah mantap dan semakin meningkat.

Kita berharap dan percaya pada pernyataan Menko Perekonomian (Juli 2012) bahwa re-negosiasi kontrak karya Freeport Indonesia berjalan baik sekali. Beberapa poin penting yang cukup memberikan optimisme, di antaranya, mereka mau menaikkan royalti, membangun smelter (pabrik pemurnian), mau meningkatkan local content dan peranan pemda dan perusahaan lokal. Freeport juga bersedia untuk IPO, melakukan divestasi saham sehingga saham pemerintah yang sekarang baru 9,36% akan bertambah.

Tapi, perjalanan historis hampir setengah abad sejak 1967 memberikan gambaran yang tidak semuanya sesuai harapan. Karena itu, untuk perjalanan 30 tahun depan selayaknya pemerintah meminta komitmen lebih kuat dari Freeport untuk meningkatkan kontribusinya bagi perkembangan Papua. Disamping meminimalisir dampak lingkungannya. Kita berharap dan percaya pernyataan Menko Ekuin (Juli 2012) bahwa re-negosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia berjalan baik. Beberapa point penting mereka mau menaikkan royalti, membangun smelter (pabrik pemurnian), meningkatkan local content dan peran pemda maupun perusahaan lokal. Termasuk mau divestasi dan setuju IPO.

Negosiasi alot karena Freeport Mc Moran berpegang teguh pada kontrak karya perpanjangan sejak 1991 dan bukan pada UU Pertambangan yang menyusul kemudian. Pertikaian pandangan seperti ini sudah jamak dan mengglobal, dan menjadi bagian lain dari mining curse (kutukan tambang). Mengetahui bahwa Indonesia masih punya Kalimantan, surga kecil yang luasnya lebih besar dari Papua, Freeport McMoran juga masuk Kalimantan. Desember 2010, bermitra dengan Kalimantan Gold Corp (dual listing di bursa Londo dan Toronto) mereka mendirikan anak perusahaan, yakni PT Kalimantan Surya Kencana. Sejak Mei 2012, perusahaan ini mulai eksplorasi tembaga dan emas di Beruang Tengah, Kalimantan Tengah.

Peran Pemerintah Pusat
Angin otonomi daerah yang sampai ke bumi Cendrawasih ternyata baru menembus tataran politik dengan melahirkan kabupaten baru, bupati baru, dan perangkatnya yang baru. Sementara itu, mesin ekonomi hasil pemekaran wilayah belum berjalan maksimal, di samping adanya potensi kebocoran.

Mengingat Papua bagian dari NKRI yang harus dipertahankan, maka pemerintah perlu berperan lebih aktif dalam mengembangkan roda perekonomiannya. Pemerintah memang tidak bisa hanya menggantungkan pada kontribusi Freeport Indonesia baik langsung maupun tak langsung. Peningkatan kontribusi yang telah disepakati dari kontrak baru tersebut harus dimanfaatkan secara benar dan transparan bagi kas negara. Pemerintah pusat harus lebih menunjukkan eksistensinya di Papua secara ekonomis. Ini harus ditunjukkan melalui pembangunan infrastruktur ekonomi, utamanya perhubungan, transportasi, telekomunikasi, dan infrastruktur kesra seperti kesehatan dan pendidikan.

Bagaimana pola dan berapa biayanya pemerintah jelas pasti lebih tahu. Jika semua infrastruktur ini telah tersedia maka semut-semut akan segera datang, dan dari situlah roda ekonomi daerah bergerak kencang. Bagaimana bisa tercipta standarisasi mutu pendidikan di ujung timur sana kalau di Jakarta saja masih bermasalah. Tanpa adanya perobahan mendasar dan perbaikan menyeluruh maka keinginan untuk memisahkan diri akan selalu terdengar.

“Surga kecil yang jatuh ke bumi” (syair Tanah Papua yang dilantunkan Edo Kondologit), itu akan menjadi ‘shangrilla’ (surga yang hilang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar